Ada Tanda-tanda Nasib Mal 2024 Masih Sepi Bak Kuburan, Ini Penyebabnya

 

Ada Tanda-tanda Nasib Mal 2024 Masih Sepi Bak Kuburan, Ini Penyebabnya


 duniaberita30.blogspot.com Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyebut target okupansi mal atau pusat perbelanjaan yang diprediksi akan kembali seperti sebelum pandemi tidak bisa tercapai di tahun ini, karena adanya pembatasan impor yang dilakukan oleh pemerintah.

"Tingkat okupansi, kalau bicara sebelum pandemi rata-rata nasional 90%, kemudian pas Covid turun 20% jadi 70% (tingkat okupansi), di pertengahan 2022 mulai perlahan naik, kemudian Pak Presiden Jokowi mencabut PPKM itu meningkat lagi, sehingga di 2023 kita menutup dengan tingkat okupansi di 80%, meskipun belum kembali ke 90% seperti sebelum Covid," ungkap Alphonzus dalam Konferensi Pers APPBI bersama Aprindo di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

APPBI, sebutnya, sudah menargetkan tingkat okupansi mal di tahun 2024 akan pulih seperti sebelum pandemi, yakni kembali ke kisaran 90%. Namun, menjelang akhir tahun 2023 ternyata diketahui banyak peritel yang menunda atau membatalkan pembukaan toko baru di 2024, sehingga target okupansi 90% di tahun 2024 dikhawatirkan tidak bisa tercapai.

"Jadi target okupansi yang sudah ditargetkan 90% kami khawatir tidak bisa tercapai di tahun ini," ujarnya.

Adapun penyebabnya, kata Alphonzus, karena ada pembatasan impor dengan maksud tujuan untuk melindungi produk UMKM dalam negeri. Namun ternyata tanpa disadari pembatasan impor itu justru mengancam industri ritel tanah air.

"Karena sebetulnya yang mengganggu produk lokal adalah barang ilegal. Yang jadi masalah sekarang pemerintah melakukan tindakannya bukan membatasi barang ilegal, malah membatasi impor. Impor ini akan dipersulit," tukasnya.

Padahal, lanjutnya, impor yang dilakukan oleh para pelaku usaha ritel mereknya jelas, nama perusahaanya jelas, dan pelaku usaha itu selalu membayar pajak, namun justru malah dibatasi impornya oleh pemerintah.

"Kalau pembatasan impor ini dilakukan secara masif, sementara di satu sisi produk ilegal ini tidak dibatasi. Khawatirnya produk ilegal membanjir karena dibiarkan. Kalau ini terjadi, yang terganggu bukan hanya pelaku usaha merek global, tetapi produk lokalnya akan semakin terganggu lagi dengan membanjirnya produk-produk impor ilegal. Jadi bukan hanya UMKM yang terganggu, tapi usaha besar di dalam negeri juga terganggu," ujarnya.

Menurutnya, untuk bisa mengembalikan pertumbuhan yang hampir hilang karena efek domino dari pandemi covid-19, itu harus dilakukan dengan membuka toko-toko baru. Tapi sekarang terkendala dengan adanya pembatasan impor, dan akan terjadi kelangkaan barang.

"Kalau ini terjadi industri ritel akan semakin lesu, yang merek-merek global. Tapi di satu sisi impor ilegal, itu yang tidak disentuh oleh pemerintah," kata Alphonzus.

"Jadi inilah kekhawatiran kami terhadap situasi ini, jadi sebenarnya kita sudah menghimbau kepada pemerintah jangan membatasi impor. Kalau impor resmi ini dibatasi dampaknya akan berdampak dan mengganggu ke produk dalam negeri," imbuhnya.

Jika ingin melindungi produk UMKM dalam negeri, dia mengusulkan agar pemerintah memberikan insentif dan kemudahan kepada para pelaku UMKM untuk bisa bersaing, bukan malah melakukan pembatasan impor.

"APPBI memprediksi kalau situasinya dibiarkan terus menerus, akan terjadi stagnasi setelah Lebaran-Idul Fitri," pungkasnya.

https://138kas.info/