13 Penguasa Sektor Hiburan Bursa Saham RI, Pajak Naik Gimana Nasibnya?

 

13 Penguasa Sektor Hiburan Bursa Saham RI, Pajak Naik Gimana Nasibnya?



duniaberita30.blogspot.com Isu dari naiknya pajak hiburan tengah ramai diperbincangkan oleh masyarakat belakangan ini, karena banyak pelaku usaha yang merasa keberatan akan kenaikan tarif pajak hiburan yang dinilai terlalu tinggi.

Sebelumnya, pemerintah RI akan menaikkan tarif pajak hiburan berkisar 40% hingga 75%. Tentunya hal ini dirasa terlalu berat bagi para pelaku usaha yang berkaitan dengan industri hiburan dan akan berdampak pada penurunan omset hingga harga saham.

Terlepas dari pro-kontra kenaikan pajak hiburan, alangkah baiknya kita mengetahui emiten-emiten hiburan di Indonesia. CNBC Indonesia Research mencatat ada 13 emiten yang bergerak di industri hiburan, termasuk pendukungnya.

Dari 13 saham tersebut, tentunya memiliki kapitalisasi pasar terkini yang cukup besar. Ke-13 saham tersebut secara rata-rata masuk ke dalam saham-saham dengan kapitalisasi pasar menengah (mid cap) dengan rentang Rp 1 triliun hingga Rp 50 triliun.

Lalu saham hiburan apa yang kapitalisasi pasarnya paling besar? Berikut saham-saham hiburan berdasarkan kapitalisasi pasarnya dan pergerakan harga sahamnya per Kamis kemarin.

Saham rumah produksi film milik Manoj Punjabi yakni PT MD Pictures Tbk (FILM) menjadi saham hiburan yang kapitalisasi pasarnya paling besar yakni mencapai Rp 50,89 triliun per perdagangan kemarin.

FILM sendiri sejatinya merupakan emiten media yang berkaitan dengan industri rumah produksi film. Namun peranannya cukup penting dalam industri hiburan di Indonesia.

Sementara itu, dari deretan saham-saham hiburan tersebut, ada emiten properti. Namun emiten tersebut memiliki portofolio dalam pembangunan salah satu pusat wisata di Jakarta yakni Ancol. Adapun saham tersebut yakni PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA), di mana kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 1,6 triliun.

Adapun emiten hiburan yang kapitalisasi pasarnya paling kecil yakni emiten bar club milik artis Wulan Guritno yakni PT Lima Dua Lima Tiga Tbk (LUCY), di mana kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 191,88 miliar.

Kembali ke pembahasan terkait pajak hiburan, pemerintah daerah yang sudah menerbitkan Perda pengenaan pajak hiburan 40% adalah kabupaten Badung, Bali, yang mulai berlaku efektif 1 Januari 2024. Begitu pula dengan DKI Jakarta yang ketetapannya mulai berlaku 5 Januari 2024.

Namun, peraturan baru tersebut mendapat komentar dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sandiaga Uno menilai perlunya pemerintah dan pelaku usaha duduk bareng untuk mencari solusi terbaik.

Meskipun pajak tersebut merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan. Namun tentunya hal ini akan sangat berdampak besar.

Jika harus mengeluarkan dana lebih banyak untuk dunia hiburan, maka tidak menutup kemungkinan adanya penurunan pengunjung karena biaya akan lebih mahal bagi konsumen. Sehingga berpotensi menurunkan pendapatan dari para pelaku usaha dunia hiburan. Padahal pajak hiburan menjadi salah satu penopang penerimaan pajak di daerah.

Dampak negatif juga akan dirasakan oleh beberapa kinerja harga saham yang memiliki bisnis klub malam, karaoke hingga minuman beralkohol. Minuman beralkohol identik menjadi menu sajian utama dalam klub malam.

Meski begitu, nyatanya tidak semua industri hiburan di RI akan mengalami kenaikan pajak hiburan. Kementerian Keuangan menyatakan tidak semua tempat hiburan akan terkena aturan pajak 40-75%. Sebagian tempat hiburan seperti bioskop dan sirkus justru pajaknya turun menjadi 10%.

"Ini bukti dukungan komitmen pemerintah bahwa pemerintah sangat berkomitmen dalam pengembangan pariwisata daerah," kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana dikutip Kamis, (18/1/2024).

Penurunan tarif tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa jasa kesenian dan hiburan masuk dalam kategori tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).

Pasal 55 UU HKPD menjabarkan yang termasuk dalam jasa kesenian dan hiburan ada 12 jenis di antaranya, a. tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; b. pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; c. kontes kecantikan; d. kontes binaraga; e. pameran; f. pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.

Selain itu ada juga: g. pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; h. permainan ketangkasan; i. olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; j. rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; k. panti pijat dan pijat refleksi; dan l. diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Selanjutnya dalam Pasal 58 UU ayat (1) UU HKPD dijelaskan bahwa tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Dalam Pasal 58 Ayat (2) barulah dijelaskan bahwa tarif pajak 40% hingga 75% hanya berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O% dan paling tinggi 75%," bunyi Pasal 58 Ayat (2) UU HKPD.

Jumlah sektor usaha hiburan yang bisa dikenakan tarif hingga 75% itu berkurang dibanding ketentuan lama, yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pasal 45 UU PDRD menyebutkan khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajaknya dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.

Dalam UU PDRD pun tarif pajak hiburan di luar sektor khusus itu ditetapkan paling tinggi sebesar 35%, lebih tinggi dari tarif di UU HKPD yang sebesar 10% khusus untuk di luar jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Lydia mengatakan tarif pajak sejumlah sektor hiburan diturunkan untuk mendukung pariwisata. Dia menjelaskan dalam UU yang lama tarif pajak untuk hiburan bisa sampai dengan 35%, namun saat ini diubah dan diturunkan sampai dengan 10%.

"Itu sangat pro terhadap pariwisata dan promosi budaya nasional, yang sudah UU sampai dengan 35%, saat ini diubah dan diturunkan sampai dengan 10%," kata dia.

Lydia mengatakan UU juga memberikan pengecualian kepada jasa kesenian dan hiburan yang bertujuan untuk promosi budaya tradisional dan kepentingan layanan masyarakat. Dia menuturkan sektor-sektor tersebut malah tidak boleh dipungut pajak.

"Ini adalah bagian dari komitmen pemerintah mendukung pelestarian dan kebudayaan nasional," kata dia.

https://slots-kas138.store/